Pages

Kamis, 29 April 2010

Pendidikan Di Tanah Air Semakin Mahal Saja Harganya

Ratna Lukitasari namanya, usianya baru menginjak 15 tahun. Setelah beberapa bulan lalu lulus dari SMP, diapun tak melanjutkan sekolah lagi. Putus sekolah...
Dan BIAYA adalah sebab dia tak melanjutkan sekolah lagi. Sungguh, trenyuh saya mendengar alasan dari kedua orangtuanya beberapa waktu yang lalu. Bapak & ibunya mengemukakan alasan lain bahwa hasil panen tahun inipun tak seberapa hasilnya, harga pupuk dan obat-obat tanaman melambung tinggi, sedang harga hasil panen pun tak berbanding dengan hasil keringat yang mereka curahkan. Dan lagi lagi karena BIAYA yang tak ada, maka anaknya pun tak dapat melanjutkan ke SMA dikota Ponorogo.

Ketika mudik lebaran pada Idul Fitri lalu, saya menyempatkan berkunjung ke keluarga dari pihak bapak dan ibu saya. Termasuk ke rumah Ratna ini, ketika saya datang ke rumah sederhana orangtuanya yang memakan waktu 30 menit naik sepeda motor, saya pun agak lupa-lupa ingat dengan rumahnya. Karena beberapa tahun tak pulang ke Indonesia saya benar benar kaget dengan perubahan di daerah saya. Banyak sudah jalan jalan desa sudah di aspal, perempatan jalan dimana-mana juga telah diberi lampu merah. Ah...pangling saya dengan kemajuan kota kelahiran saya ini.

Sesampai di rumahnya pun, ada seorang tetangga Ratna yang juga sama-sama tak melanjutkan sekolah lagi. Saya prihatin dengan keadaan mereka, sebagai saudara tak banyak yang bisa saya lakukan untuk mereka. Hanya semangat untuk tak pantang menyerah yang slalu saya berikan kepada mereka adik-adik saya tersebut.

''Nduk,kalau kamu tak sekolah. Terus apa kegiatanmu selama dirumah beberapa bulan ini?''

''Pengangguran mbak, terkadang membantu bapak ibu di sawah.terkadang membantu Embah (nenek) jualan gorengan dipasar.''

Anak seusia mereka sudah dapat merasakan bagaimana susahnya mencari duit, dan saya pun menjelaskan sesuatu kepada Ratna ini.

''Nduk,kalau kamu tak ada kegiatan lain. Jika kamu mampir ke rumah Embah mu, ada waktu mampirlah ke rumah Budhe(panggilan Ratna kepada ibu saya). Ada banyak berbagai macam buku yang saya punyai yang bisa kamu baca. Kalau bisa pun bawalah buku-buku tersebut pulang ke rumah ini''

''Tapi mbak, saya pun tak bisa kemana-mana kalau tidak sama ibu saya. Insyaallah saya usahakan ya mbak'' berbinar mata dia ketika mengutarakan hal ini pada saya.

''Oh iya mbak. Kalau umur saya sudah cukup. Saya mau masuk ke penampungan PJTKI, saya mau bekerja ke luar negeri seperti embak ini. Saya pengen mandiri mbak''

Deggggg...

Kaget saya dengan kalimat dari Ratna barusan, sungguh tak tega saya mendengar kalimat-kalimat yang diutarakannya.

Menjadi buruh migran di luar negeri tak mudah Nduk, banyak hal yang harus engkau siapkan. Kamu harus siap mental dan fisik, juga pengalaman kerja yang harus engkau punyai. Menjadi buruh pun bukan pilihan terakhirmu kan?? Sungguh janganlah engkau mengikuti jejak embakmu ini bekerja di negeri seberang.

Tapi, itu semua adalah hakmu Nduk. Karena PUTUS SEKOLAH pun engkau memilih mau mengikuti jejak jejak saudaramu ini mengais rezeki di negeri yang jauh.

Sungguh, apa yang harus saya lakukan untuk membantumu Nduk?!



Selasa, 27 April 2010

Ya Allah...Tahu-Tahu Saya Telah Kere dan Sakit-Sakitan!

Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:Badiatul Roziqin
Saking terbiasanya, kita selau menganggap kesehatan sebagai nikmat yang biasa-biasa saja. Kita melupakannya, bahkan mengabaikannya, dan baru tersentak sadar kala penyakit menghajar tubuh kita.

Begitu juga dengan anugerah kekayaan yang kita miliki. Saat dilimpahi harta melimpah , kita lupa mensyukurinya. kita gunakan harta harta itu semata-mata untuk memuaskan nafsu yang tak ada punahnya. Setelah kekayaan menipis bahkan meninggalkan kita, lagi-lagi kita baru tersentak penuh kesadaran ''Ya Allah, tahu-tahu saya telah kere...!''

Sungguh, kita semua pastilah tidak ingin mengalami hidup yang sakit-sakitan dan kekurangan harta. Kita semua inginnya selalu sehat dan bisa membeli apa saja. Tapi hidup niscaya selalu menyuguhkan perputaran waktu dan keadaan. Anda yang kini sehat bisa saja besok tiba-tiba terkulai tanpa nyawa. anda yang kemarin kaya bisa saja lusa tahu-tahu penuh derita akibat musibah.

Maka yang paling utama bagi setiap kita ialah jangan sia-siakan kesempatan sehat dan kaya yang dianugerahkan oleh-Nya. pergunakanlah sebaik-baiknya untuk kebahagiaan hidup anda di dunia dan akhirat, agar kelak tidak ada sesal saat bencana kere dan sakit-sakitan menghantam anda, sementara anda belum berbuat apa-apa dari anugerah tersebut. Ingatlah, anda masih memiliki kesempatan itu, lakukanlah sekarang juga.

Buku ini menjadi pengingat dan penuntun kecenderungan kelalaian hati kita atas anugerah sehat dan kaya itu.

Buku ini berisi tentang beberapa bab yaitu:
1. Sakit adalah semaian cinta dari Tuhan
2. Terimalah takdir penyakit
3. Etika menjenguk orang sakit
4. Cara sehat menurut Al-Qur'an dan Sunnah
5. Obat-obatan anjuran Al-Qur'an dan Sunnah
6. Kiat sehat denagn bahan-bahan alami
7. kisah-kisah mereka yang bangkit dari sakit
8. Perkara yang diharamkan dan dampak bagi kesehatan,
9. Ya Allah, saya telah kere!
10. Tidak kaya harta, asal kaya hati
11. Doa-doa penyembuh penyakit dan pelancar rezeki dari Al-Qur'an dan sunnah

Membaca buku ini dijamin tidak akan rugi....

Kawan Saya Bilang, Cemburu Itu Tandanya Sayang

Kawan, pernahkah kalian merasakan cemburu?! cemburu pada sesuatu hal yang bikin kita jadi iri,bikin kita slalu memikirkan si cemburu yang bertambah hebat dampaknya pada diri kita?!.


Dulu saat saya masih anak anak[lah sekarang mah juga masih anak anak:-)] saya pernah merasakan cemburu yang hebat pada saudara saudara saya, ketika mereka [kakak dan adik saya laki2 semua] mendapatkan pemberian yang berbeda dari saya,wah saya cemburu berat sama mereka. Lha jelas iya lah, wong mereka dibelikan mainan mobil mobilan trus saya ndak dibelikan jadi jelas sekali cemburu itu melanda saya. Hahaha...itu mah jaman baheula ya, sekarang Alhamdulillah rasa cemburu itu sudah hilang seiring saya dan saudara saya yang saling berjauhan,kakak saya mukim di Surabaya sedang adik saya mukim di Madiun.

Nah,seorang kawan saya disini pernah berkata ''Cemburu itu tandanya sayang loh''. Dia khan udah berkeluarga gitu,trus udah punya anak juga, ketika kawan saya ini telepon ke hape suaminya. Kok ya pas banget,mungkin jaringan di Indonesia lagi sibuk atau mungkin hape suaminya lagi di charge gitu loh. Kawan saya ini langsung curhat ke saya
''De...saya telepon rumah berkali kali kok ndak isa ya,ada apa gerangan dengan suami saya. jangan jangan....''

Si embak ini ndak melanjutkan pembicaraannya lg,trus besoknya dia telepon rumah eh kok ya langsung nyambung gitu. Yah si embak langsung tanya macam macam sama misuanya.
''Pak,kemaren ditelepon kemana toh ya.apa bapak sekarang sudah mau melupakan saya?!''

Suaminya si embak langsung jawab, ''Haduh...si ibu ini,cemburu nya sudah kelewatan ya...hehehe. Saya kemaren ke rumah pakdhe Jono,trus hapenya saya tinggal dirumah dan saya charge gitu loh bu. Hihi...ibu cemburu berarti tandanya sayang loh bu''

Kawan, akhirnya si embak ini sudah bisa tersenyum lagi dan sekarang rasa cemburunya sudah pergi jauh. Memang, keadaan si embak dan suaminya yang berjauhan menimbulkan banyak kecurigaan kecurigaan ya,dan dari rasa curiga ini dampaknya adalah hadirnya rasa cemburu.

Jadi,bagi kawan sekalian yang sedang berjauhan jarak dengan keluarga[suami+anak+keluarga], usahakan komunikasi yang lancar dengan mereka. Karena hanya inilah senjata yang paling ampuh, dan tidak lupa berdo'a memohon kepada-Nya semoga keluarga kita selalu berada dalam naungan-Nya...

Minggu, 25 April 2010

(Fiksi) Ibu Kapan Pulang?


Langit biru adalah hal yang paling aku sukai

Melihatnya, mengingatkanku pada anak & ibuku di Indonesia

Ahhh...entah kapan aku bisa menikmati langit biru bersama keluargaku

Yang bisa menjawabnya hanya aku.....

Tidak juga kamu......



* * * * * * *

Senja berarak, Matahari pun kembali ke peraduannya. Langit biru perlahan berganti senja yang semakin memerah. Seperti biasa mbak Lastri mengantarkan momongan majikannya ke salon langganan (bukan bobo-bobo atau anak kecil, tapi adalah seekor anjing). Yah seekor anjing yang lucu, warnanya putih.

Itulah pekerjaan sehari-hari mbak Lastri. Dari pertama kali majikannya sudah memberitahunya bahwa lebih penting anjing tersebut daripada pekerjaan yang lainnya. Hmmmm.....memang majikan yang aneh, begitu pikir mbak Lastri waktu pertama kali kerja di majikan tersebut. Tapi lama-kelamaan, mbak Lastri bersyukur. Ternyata majikannya benar-benar baik tidak seperti dugaan nya dulu. Alhamdullilah juga selama 4 tahun bekerja di majikan tersebut, segala kebutuhan sehari-hari nya terpenuhi. Jarang ada majikan di Hong kong yang seperti majikan mbak Lastri ini.

Sambil memasukkan anjing tersebut ke dalam tas khusus, tak lupa mbak Lastri mengunci pintu rumah. Pikirannya menerawang, membayangkan puteri satu-satunya yang sekarang baru saja masuk kelas 1 Sekolah Dasar di kampung halamannya di Indonesia. Yah karena keterbatasan ekonomi, dengan seijin ibu kandungnya (Karena suami mbak Lastri sudah meninggal 5 tahun yang lalu karena kecelakaan kerja) mbak Lastri akhirnya mencari nafkah ke negara Hong Kong, Bukan ke negara lainnya seperti tetangga-tetangga di desanya. Tetangganya kebanyakan bekerja di negara Arab Saudi, Malaysia, Brunei Darussalam dan lain sebagainya.

Mbak Lastri pun berjalan ke arah MTR Diamond Hill (di kawasan Diamond Hil inilah mbak Lastri tinggal bersama majikannya), sambil tetap menjinjing tas yang berisi anjing piarannya tak lupa dia mengisi patadong $50 (Patadong adalah sejenis kartu yang di gunakan untuk naik alat transportasi baik itu MTR, Bus, Minibus, ataupun belanja di supermarket). $50 itulah yang diberikan sekali jalan 1 minggu sekali saat mengantarkan anjing piaraanya tersebut di kawasan Prince Edward.

sesampai di MTR Prince Edward, mbak Lastri pun turun dan langsung menuju ke arah salon langganan khusus anjing. ''Cece, Lei homa??'' (mbak, apa kabar??) Sapa petugas di salon itu dengan ramah. ''Kehoa Cece'' (baik mbak) Jawab mbak Lastri.

''Ngo citolah, lei lopan am-am ta pei ngo, Goe siong cin siu-siu Fa-Fa koko daofat'' (saya sudah tahu, majikanmu baru saja telepon saya, dia menginginkan memotong sedikt rambut Fa-Fa) Kata petugas itu menjelaskan panjang lebar. Fa-Fa adalah nama anjing piarannya tersebut.

''O kem holah cece'' (baiklah cece) Jawab mbak Lastri.

''Lei tang hai jutpina cece, Lei jo hai kotoa'' (kamu tunggu di luar dulu mbak, kamu duduk lah disana) suruh petugas itu. ''Hoak, Emkoi sai cece'' (baik, terimakasih mbak) jawab mbak Lastri.

Sambil membaca buku yang dibawa nya dari rumah, buku tersebut adalah pinjaman dari tetangga 1 flatnya, Tak terasa hampir 1 jam mbak Lastri berada di salon khusus anjing tersebut. ''Kok suwe temen toh, Ora kaya biasane cepet ngono'' kata mbak Lastri. 5 menit kemudian petugas tersebut keluar sambil menggendong Fa-Fa.

''Ok lah Cece, Kautimsai wo. Lei emsai pei jina, yuno hai lei lopan pei co jin wo'' (Ok lah mbak, sudah selesai. Kamu tidak usah kasih uang, ternyata majikan mu sudah memberikan uang) Kata petugas tersebut. ''Holah emkoi sai Cece, Ngo caolah. Hako lepai em ngotei kin mina'' (Baik terimakasih mbak, saya pergi dulu. Jum'at minggu depan kita ketemu lagi) Jawab mbak Lastri.

''Pai-pai, Siusamti wo'' (sampai jumpa, hati-hati ya) Kata petugas itu. ''Pai-pai Cece'' (sampai jumpa mbak) Jawab mabk Lastri

Mbak Lastri pun agak tergesa-gesa karena jam sudah menunjukkan pukul 06 sore. Sebentar lagi dia harus menyiapkan menu makan malam untuk majikannya. Dia pun kembali naik MTR di Prince Edward, Sambil mencari tempat duduk, dia pun mengitarkan pandangannya. Akhirnya dia mendapatkan tempat duduk di dekat seorang bule bersama anaknya.

Handphone di sakunya bergetar, Oh ternyata majikannya yang meneleponnya ''Wai cece, Lei yika hai pina??'' (hallo mbak, kamu sekarang dimana??) Tanya nyonya. "Wai dhai-dhai, Ngo yika tapkan tedit fan okge a'' (hallo nyonya, saya sekarang naik MTR mau pulang ke rumah) Jawab mbak Lastri.

''O kem holah, Keman ngo dongmai singsang emfanlei sekfana. Lei jike hai okge sekfana cece, siusamti wo'' (o kalau begitu, nanti malam saya bersama tuan tidak pulang makan ke rumah. kamu dirumah makan sendirian mbak, hati-hati ya) Kata nyonya. ''Holah dhai-dhai, ngo citoa'' (baik nyonya, saya mengerti) Jawabnya. ''Pai-pai cece'' (sampai jumpa mbak) ''Pai-pai'' Jawab mbak Lastri.

''Alhamdullilah, majikanku ternyata tidak pulang makan ke rumah, jadi saya tidak perlu tergesa-gesa'' Kata mbak Lastri dalam hati

Sambil tetap memegang tas yang berisi anjing piarannya tersebut, Pikiran mbak Lastri membayangkan kalimat-kalimat puterinya yang tadi pagi baru saja di telepon. ''Ibu, Dik Ayu kangen sama Ibu. Ibu kangen ndak sama Dik Ayu'' Tak terasa airmata mbak Lastri menetes perlahan. ''Ibu kapan pulang kampung bu, Dik Ayu kangen banget sama Ibu" Dengan berbesar hati mbak Lastri menjawab ''Ibu juga kangen sama Dik Ayu, Kangennnnnnnn banget. Ibu sebentar lagi pulang nduk, Ibu mau mencari modal dulu buat biaya Dik Ayu sekolah, buat modal usaha besok di Indonesia. Kalau tabungan Ibu sudah cukup, ibu akan pulang secepatnya ke tanah air nduk. Setiap ingat akan ibu dan anaknya di Indonesia, Mbak Lastri menjadi terharu, Perasaan kangen tiba-tiba menyeruak di hatinya.

Puteri satu-satunya terpaksa ia titipkan ke ibunya. Hanya kepada ibunya lah yang ia percaya, Karena mbak Lastri adalah anak tunggal. Karena ia percaya ibunya akan menjaga dan menyayangi anaknya sekaligus cucu satu-satu ibunya dengan sepenuh hati.

Pikiran mabk Lastri terus membayangkan kata-kata puterinya tadi pagi. ''Next stasion is Choihung'' Tak terasa mbak Lastri sudah sampai di MTR Choihung, Seharusnya dia khan turun di Diamond Hill. ''Astaghfirullah.....Pikiranku kok jadi kemana-mana ya, Sampek numpak MTR ae kebablasen toh. Untung cuma 1 stasiun, kalau ndak bisa-bisa saya nyasar ke Yautong'' Kata mbak Lastri sambil beristighfar.

Dengan tekat bulat, Nanti malam dia akan berbicara dengan majikannya. Dia akan cuti pulang ke tanah air, Dia sudah kangen denga puteri satu-satunya di Indonesia.

Tepat jam 09.30 malam majikannya pulang kerumah. Karena sudah ada kunci-kunci sendiri, majikannya tidak perlu memencet bel rumah. Memang orang Hong Kong walaupun 1 rumah ada 7 orang pun, Tiap 1 orang pasti mempunyai kunci rumah sendiri-sendiri. Pintu rumah pun terbuka, Lalu mbak Lastri menyambut kedatangan kedua majikannya.

Nyonya menyerahkan bungkusan warna putih yang berisi makan yang tadi dibelinya di bawah flat rumah sambil berkata ''Cece, liko hap leh, Dingyat ngo yiu tai fan kungsi wo. Lei Pai sitkwai sina'' (mbak, kotak makan ini, besuk saya akan bawa ke kantor. kamu taruh di kulkas dulu ya''. ''Heiwo cece, Jengkan lei yap ngo kanfong wo, Ngotei yao siu-siu ye dong lei kong ye wo''. (O iya mbak, nanti kamu masuk ke kamar saya ya, kami ada sedikit pembicaraan dengan mu). Degg.....Perasaan mbak Lastri campur aduk antara takut di marahi majikannya dan sedih. "hoak dhai-dhai'' Jawab mbak Lastri.



Pelan-pelan mabk Lastri masuk ke kamar majikannya, Dilihatnya sebentar kedua wajah majikannya, lalu dia menunduk pelan. ''Cece, Kamu tidak usah takut, aku menyuruhmu ke sini. aku mau bertanya sesuatu kepadamu'' Majikannya terdiam sesaat, lalu melanjutkan kalimatnya. ''Kulihat beberapa hari ini kamu kelihatan murung, ada apa?? Apa ada masalah di Indonesia. Katakan kepada kami berdua, sebisa mungkin kami akan membantunya. Lei ko loi mosi mah'' (anakmu tidak apa-apa khan'' Tanya majikannya panjang lebar.

''Mosi a Dhai-dhai, Patkwo......'' Mbak Lastri memotong kalimatnya.

''Tapi apa cece......, Apa dia ingin ketemu sama kamu?? Saya tahu perasaan anakmu dan perassan mu sendiri. Betapa kamu rindu anakmu di Indonesia sana. Kalau begitu kamu saya kasih ijin cuti pulang ke Indonesia ya, Kami akan secepatnya membelikan tiket untukmu'' Kata nyonya. Tak terasa air mata mbak Lastri menetes perlahan. Sambil mendekat nyonya memberikan tisu kepada mbak Lastri.

''Jangan sedih cece, seharusnya kamu senang bisa bertemu dengan anakmu kembali'' Kata nyonya.

''Iya nyonya, Terima kasih. Saya sungguh terharu, Nyonya begitu baik sama saya'' Jawab mbalk Lastri. ''Sungguh cece, kami kami berdua sudah menganggapmu seperti keluarga kami sendiri, Bukan sebagai pembantu seperti kebanyakan majikan di luar sana.'' Balas majikannya.

''Terimakasih banyak nyonya, Lalu kapan nyonya memberi saya cuti pulang?? Kalau Idul Fitri bisa tidak nyonya??'' Tanya mbak Lastri Penuh harap.

''Tak......''(boleh) Jawab nyonya. "Terimakasih nyonya, terimakasih banyak'' Balas mbak Lastri. "Nanti kamu saya akan kasih uang saku untuk kamu berikan kepada anakmu ya'' ''Iya nyonya terimakasih''

''Sudah sekarang kamu istirahat dulu, sudah malam ini. Besok kamu khan kerja lagi'' suruh majikannya. ''O iya cece, kamu sudah sembahyang belum??'' Tanya nyonya. "Sudah nyonya, Terimakasih (maksudnya nyonya adalah sudah sholat Isya' belum, karena majikannya sangat menghormati agama yang di anut mbak Lastri. lalu mbak Lastri permisi, Sambil masuk kedalam kamarnya, Dengan perasaan terharu mabk Lastri mengucap syukur kepada Allah SWT karena doa-doa nya telah terkabulkan. Sebelum tidur mbak Lastri berdo'a semoga dalam mimpinya dia bertemu dengan puterinya dan ibu kandungnya. Besok pagi dia akan memberi kabar kepada puterinya bahwa hari raya dia akan mudik. Pertanyaan puterinya terjawab sudah.

Malam beranjak, Bintangpun gemerlapan bersinar dengan terang nya. Bulan pun seakan tersenyum dengan indahnya. Seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan mabk Lastri. Mbak Lastri pun terlelap di buai mimpi, dalam mimpinya dia bertemu dengan puterinya


''Nduk.....Ibu pulangggggggg''

Selamat Datang Di Episode Berbagi


Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuhu...

Tercipta dari sebuah rasa yang terpendam sekian lama, setelah menuliskan cerita dan berbagai kisah diri saya di blog sebelah maka kali ini saya ingin membuat tempat berbagi yang lain disini. Banyak hal sebenarnya yang menjadi bahan dan tema yang bisa diceritakan, untuk itu sebagai "wadah berbagi'' saya membuat blog ini hanya ingin berbagi kisah dan pengalaman saya ketika bekerja di tanah rantau tepatnya di negara Hong Kong.

Sebagai pekerja rumah tangga, Hong Kong tidak terpikirkan sebelumnya menjadi tujuan saya mencari rizki. Namun atas desakan orangtua, tak ayal negara ini menjadi tempat meneduhkan sebuah cita-cita sederhana saya, membahagiakan orangtua di kampung halaman tercinta di pelosok kota Ponorogo.

Tahun 2004 menjadi tahun pertama saya memasuki sebuah asrama yang didalamnya banyak aturan-aturan tertulis yang tentu harus diikuti oleh semua calon pekerja yang akan mengadu nasib di negeri sebrang. Tak mudah menjalani berbagai aturan tertulis tersebut, tapi dengan kemauan dan niat Bismillah, akhirnya di pertengahan tahun terbanglah sebuah angan dan cita ini ke negeri beton.

Negeri yang sebagian besarnya tampak kubus-kubus beton berdiri tegak, seakan menantang siapa saja yang akan berada didekatnya. Tak ayal, timbul rasa was-was dan rasa khawatir ketika menginjakkan kaki pertama kali di negara Hong Kong. Bagaimana calon majikan saya nanti, Bagaimana ketika pertama nanti bertatap muka dengan majikan saya, Kalimat apa saja yang harus saya ucapkan kepada calon majikan saya? beragam pertanyaan-pertanyaan itu menari-nari dalam benak saya.

Bulan demi bulan rutinitas yang berhubungan dengan pekerjaan rumahtangga, saya kerjakan dengan senang hati. Kalimat majikan yang terkadang tidak saya mengerti, membuat saya harus benar-benar memahami dan mengartikan apa saja kalimat-kalimat yang diucapkan oleh majikan saya. Terkadang timbul salah paham, dan itu tentunya mebuat majikan seperti tak sabaran dengan segala pekerjaan saya. Bahasa Kantonis yang saya pelajari di penampungan di kota Surabaya dahulu, seperti hanya angin lalu saja. Tak ada guna, karena banyak sekali kalimat yang sama tapi berbeda artinya. dan, orang Hong Kong kalau berbicara kalimatnya disingkat dan serba cepat bicaranya.

Bulan ke-5 adalah episode menyedihkan yang menimpa saya kala itu, majikan mem-PHK dari pekerjaan saya hanya karena saya tak bisa berbahasa Kantonis!! Limbung, Bingung, Tak tahu harus bagaimana dan apa yang harus saya lakukan selanjutnya. Dan, majikan langsung memulangkan saya ke Indonesia. Malu, karena tak membawa hasil yang berarti ke tanah air adalah perasaan saya kala itu. Kembali ke penampungan, dan sempat orangtua memberikan saran untuk pulang saja ke kampung. tapi, saya berkata dengan bijak bahwa saya tak akan pulang bu....

Kembali belajar dari kegagalan, saya semakin terpacu dengan kesalahan terdahulu. Alhamdulillah, awal Maret 2005 saya kembali menjejakkan kaki kedua kalinya di negeri beton. Mendapat majikan di distrik Diamond Hill, bersih-bersih, memasak, belanja dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan rumah tangga saya jalani dengan sepenuh hati.

Tak terasa sudah tahun ke-5 saya bekerja di majikan ini, saya sangat Bersyukur atas limpahan rezeki yang saya dapatkan sampai detik ini. Kegagalan saya dahulu, saya jadikan sebuah pelajaran berharga. Bahwa, bekerja dimanapun harus diniati dengan hati yang ikhlas dan restu orangtua adalah yang utama.

Satu hal yang pasti, keberhasilan tidak akan pernah terwujud tanpa adanya pengorbanan, perjuangan, totalitas, doa, usaha dan keyakinan yang lebih, daripada itu semuanya hanya Allah SWT yang menentukan. Kita tidak akan pernah menjadi dewasa jika kita tak pernah mengalami kegagalan, benturan, masalah. Bagaimana kita melewati aral rintangan itu, yang nantinya mebuat kita lebih bijak dalam melangkah dan menentukan sikap kita di masa yang akan datang.

Hidup adalah perjuangan. Jangan pernah sekalipun merasa jatuh dengan segala keterbatasan. Yakinlah, setiap pribadi mempunyai kekuatan luar biasa untuk bangkit.....

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuhu

Salam Hangat Dari Negeri Beton...