Pages

Kamis, 29 April 2010

Pendidikan Di Tanah Air Semakin Mahal Saja Harganya

Ratna Lukitasari namanya, usianya baru menginjak 15 tahun. Setelah beberapa bulan lalu lulus dari SMP, diapun tak melanjutkan sekolah lagi. Putus sekolah...
Dan BIAYA adalah sebab dia tak melanjutkan sekolah lagi. Sungguh, trenyuh saya mendengar alasan dari kedua orangtuanya beberapa waktu yang lalu. Bapak & ibunya mengemukakan alasan lain bahwa hasil panen tahun inipun tak seberapa hasilnya, harga pupuk dan obat-obat tanaman melambung tinggi, sedang harga hasil panen pun tak berbanding dengan hasil keringat yang mereka curahkan. Dan lagi lagi karena BIAYA yang tak ada, maka anaknya pun tak dapat melanjutkan ke SMA dikota Ponorogo.

Ketika mudik lebaran pada Idul Fitri lalu, saya menyempatkan berkunjung ke keluarga dari pihak bapak dan ibu saya. Termasuk ke rumah Ratna ini, ketika saya datang ke rumah sederhana orangtuanya yang memakan waktu 30 menit naik sepeda motor, saya pun agak lupa-lupa ingat dengan rumahnya. Karena beberapa tahun tak pulang ke Indonesia saya benar benar kaget dengan perubahan di daerah saya. Banyak sudah jalan jalan desa sudah di aspal, perempatan jalan dimana-mana juga telah diberi lampu merah. Ah...pangling saya dengan kemajuan kota kelahiran saya ini.

Sesampai di rumahnya pun, ada seorang tetangga Ratna yang juga sama-sama tak melanjutkan sekolah lagi. Saya prihatin dengan keadaan mereka, sebagai saudara tak banyak yang bisa saya lakukan untuk mereka. Hanya semangat untuk tak pantang menyerah yang slalu saya berikan kepada mereka adik-adik saya tersebut.

''Nduk,kalau kamu tak sekolah. Terus apa kegiatanmu selama dirumah beberapa bulan ini?''

''Pengangguran mbak, terkadang membantu bapak ibu di sawah.terkadang membantu Embah (nenek) jualan gorengan dipasar.''

Anak seusia mereka sudah dapat merasakan bagaimana susahnya mencari duit, dan saya pun menjelaskan sesuatu kepada Ratna ini.

''Nduk,kalau kamu tak ada kegiatan lain. Jika kamu mampir ke rumah Embah mu, ada waktu mampirlah ke rumah Budhe(panggilan Ratna kepada ibu saya). Ada banyak berbagai macam buku yang saya punyai yang bisa kamu baca. Kalau bisa pun bawalah buku-buku tersebut pulang ke rumah ini''

''Tapi mbak, saya pun tak bisa kemana-mana kalau tidak sama ibu saya. Insyaallah saya usahakan ya mbak'' berbinar mata dia ketika mengutarakan hal ini pada saya.

''Oh iya mbak. Kalau umur saya sudah cukup. Saya mau masuk ke penampungan PJTKI, saya mau bekerja ke luar negeri seperti embak ini. Saya pengen mandiri mbak''

Deggggg...

Kaget saya dengan kalimat dari Ratna barusan, sungguh tak tega saya mendengar kalimat-kalimat yang diutarakannya.

Menjadi buruh migran di luar negeri tak mudah Nduk, banyak hal yang harus engkau siapkan. Kamu harus siap mental dan fisik, juga pengalaman kerja yang harus engkau punyai. Menjadi buruh pun bukan pilihan terakhirmu kan?? Sungguh janganlah engkau mengikuti jejak embakmu ini bekerja di negeri seberang.

Tapi, itu semua adalah hakmu Nduk. Karena PUTUS SEKOLAH pun engkau memilih mau mengikuti jejak jejak saudaramu ini mengais rezeki di negeri yang jauh.

Sungguh, apa yang harus saya lakukan untuk membantumu Nduk?!



1 komentar:

Yusnita Febri mengatakan...

karena pendidikan belum merata
klopun ingin mendapatkan pendidikan yang bermutu jelas harus ke kota.

cita-cita jadi pekerja migran, miris yaa.. klo saja anak itu tau gak mudah jadi buruh migran.. T_T

Posting Komentar